Selalu ada pengalaman pertama
bagi seseorang dan gunung Semeru adalah pertama kalinya bagi saya bertemu hobi
baru. Hiking. Ajakan ini bermula dari seorang teman kecil saya, Qisty yang
tiba-tiba ingin mendaki Semeru. Saya tipe yang manut saja. Jadi tanpa banyak
berpikir panjang, saya mengiyakannya.
Mendaki semeru akan diadakan di
akhir tahun. Namun beberapa bulan sebelum keberangkatan, saya dan peserta
lainnya sudah bersiap-siap mencari barang yang dibutuhkan. Mulai dari mencari
pinjaman hingga membeli barang baru. Proses ini sangat menyenangkan. Mengenal
hobi baru, mengenal orang baru. Acara yang diadakan @BackpackerStore tsb
berhasil menjaring hampir 50 peserta. Mulai dari Medan, Jakarta, Surabaya
hingga Balikpapan semua berkumpul di Pasar Tumpang dan memiliki satu tujuan.
Menaklukkan Semeru.
Jauh hari sebelum pendakian, kita
sudah membeli tiket KA Matarmaja jurusan Senen-Malang PP. Beruntun. Hanya
dengan mengeluarkan 100k, kita mendapat tiket PP. Hari berganti hari. Bulan
berganti bulan. Peserta sudah mulai excited menuju hari keberangkatan ke
Malang. Di awal yang kita tidak saling kenal, akhirnya mulai akrab. Modus pun
juga tidak bisa dielakkan. Beberapa peserta juga akhirnya dekat lebih dari sekedar
teman. Modus selalu menjadi bumbu di tiap
perjalanan yang menawarkan cerita di setiap perjalanan.
Tibalah hari H. Sampai di
St.Senen, saya teringat trekking pole ketinggalan. Bang Fadly pun menemani saya
pulang ke Salemba untuk mengambilnya. Dan berkat leha-leha di Salemba, hampir
saja kita ketinggalan kereta. Tapi, keretanya terlambat sehingga kita tidak
tertinggal.
Selain hiking, ini juga pertama
kalinya saya merasakan naik KA ekonomi dengan jarak sejauh ini. Panas, kesal,
ketawa, senang semua campur aduk. Dan rasanya, semua beban hilang ketika sampai
di St.Malang pukul 09.00 pagi itu. Perjalanan dilanjutkan menuju Pasar Tumpang.
Kita bermalam di sana sebelum keesokan paginya berangkat menuju Ranupane –start
mulai pendakian.
Pagi hari, kita menunggu jeep
yang akan mengantar kita menuju Ranupane. Jeep datang terlambat sehingga kita
pun mulai trekking sekitar jam 4 sore. Trekking yang sewajarnya memakan waktu
3-4 jam menuju Ranukumbolo, kita lalui hampir 6,5 jam di jalan karena ada teman
yang sakit, Bang Harry. Kita pun akhirnya membagi 2 tim. Saya dan beberapa
teman berangkat duluan ke Ranukumbolo, beberapa teman dan guide menemani Bang
Harry.
Ranukumbolo |
Sesampainya di Rakum, rasa lelah
dan bahagia menghampiri kita. Berkat porter yang kita sewa, tenda sudah berdiri
dan kita langsung tertidur pulas. Malam pun berganti pagi. Semua keluar dari
tenda. Bergegas memasak dan mengeringkan pakaian. Saya yang manja, hanya
datang, lihat dan kemudian pergi. Tidak ada inisiatif membantu, berharap
makanan selesai dan siap saji. Sikap yang sebaiknya tidak kalian tiru bila
berada di gunung. Bersyukur punya teman seperti mereka. Tidak ada yang
komplain. Namun, bermula dari sana saya sadar. Mau sampai kapan berada di bawah
manja-manjaan orang lain ? Saya harus belajar hal-hal kecil. Memasak nasi,
mendirikan tenda dan yang terutama packing.
Yap, packing yang menjadi ilmu dasar mendaki gunung saja mesti orang
lain yang lakukan. Benar-benar anak manja yang harus bersyukur bisa masih hidup
di atas gunung.
Tanjakan Cinta :D |
Selesai makan dan packing, kita
berangkat dari Ranukumbolo menuju Kalimati. Bang Harry yang sedang sakit untuk
sementara tinggal di Ranukumbolo beserta beberapa logistik dan titipan barang.
Pada perjalanan menuju Kalimati, saya benar-benar tidak kuat karena lapar.
Cemilan pun bahkan tidak dapat menggantikannya. Di sini saya tahu kelemahan
saya : harus makan ketika jam makan biologis saya. Kelompok kami pun berhenti,
mendirikan flysheet dan makan di tengah
rintik hujan. Kebersamaan yang menyenangkan. Menyantap nasi dan nuget
berbarengan seperti itu. Kemudian, perjalanan dilanjutkan.
Setelah 4 jam perjalanan,
akhirnya kita tiba di Kalimati. Tidak ada yang terlalu istimewa di Kalimati.
Hanya hamparan tanah berbalut rumput. Tidak seindah di Ranukumbolo. Dan entah
kenapa, hawa di Kalimati lebih dingin dibanding Ranukumbolo hingga tangan bang
Fadly menjadi merah dan mati rasa membuat seluruh kelompok kita khawatir. Kita meminta
bang Fadly untuk masuk ke dalam tenda untuk menghangatkan badan dahulu.
Malam itu, acara diisi dengan
adegan masak memasak dan duduk di dekat api unggun. Untuk kali ini, paling
tidak saya ikut bantu masak walaupun peran saya tidak penting :p Setelah itu, kita
kembali beristirahat. Awalnya saya dan bang fadly berunding dan memilih untuk
tidak summit dengan alasan kita masih pemula dan kata orang, treknya sangat
sulit. Kemudian kita pun tidur.
Sekitar pukul 23.00, Haya masuk
tenda dan bang Fadly pun bertanya, “Summit, Hay?”. “Summit lah. Ngapain
jauh-jauh ke sini ga summit ?” kita pun berpikir ulang dan memutuskan untuk
summit. Kita beranjak dari sleeping bag dan bersiap-siap. Karena pengalaman
sebelumnya –ketika trekking ke Kalimati mendadak perut lapar, malam itu saya
makan sarden+nasi sebanyak-banyaknya agar tidak lapar lagi di jalan. Tetap
saja, ketika trekking, keluhan selalu datang dari mulut saya. Sakit perut karena
habis makan, minta minum terus, lambat dsb. Ternyata saya baru tahu kalau
ciri-ciri masuk angin itu salah satunya sering minum. Setelah minum Tolak
Angin, perut berangsur nyaman dan konsumsi air saya pun berkurang. Namun,
akibat sendawa karena masuk angin, membuat buff yang saya kenakan jadi berbau
sarden. Ini membuat saya trauma untuk
makan sarden lagi. Eneg.
Di trek menuju mahameru inilah
saya merasakan mental tertekan. Berkali-kali berpikir untuk menyerah namun kaki
tetap melangkah. Tiap melihat ke atas, rasanya sangat jauh untuk digapai.
Melihat headlamp yang menyala dan membentuk sungai bintang tsb membuat saya iri.
‘Kenapa mereka sudah di atas saja?’ dan ketika menoreh ke belakang, melihat
lampu-lampu tsb mengikuti kita, rasanya bersyukur. ‘alhamdulillah, sudah bisa sampai
di sini.’ Yah, gejolak rasa di dada datang tak menentu. Antara menyerah atau
ingin lanjut.
Kemudian, sampai lah kita di
perbatasan vegetasi dan pasir. Trek dengan kemiringan yang hampir mencapai 60
derajat, pasir berdebu dan hawa dingin yang menyelimuti membuat Mahameru
memiliki ‘keistimewaan’ tersendiri. Tim yang dari awal selalu bersama, akhirnya
harus berpencar, mengikuti trek senyamannya tubuh. Jangan terlena ketika
beristirahat selama trekking. Karena hanya dengan diam semenit bisa membuat
kita tertidur.
Setelah berjam-jam mencoba
menempuh, datanglah waktunya Shubuh. Dan kita pun sholat seadanya di antara
pasir dan bebatuan yang menemani. Pengalaman yang sangat tak terlupakan. Di
awal, saya berharap mendapat sunrise di puncak. Namun, setelah melihat kualitas
diri dan waktu yang tersisa, saya hanya berharap satu. Sampai di puncak. Dari
awal yang selalu dikawal bang Fadly, akhirnya saya menuju Mahameru sendiri
–karena saya sendiri yang menyuruhnya untuk duluan. Jalan, diam dan merenung.
Satu hal yang saya terlupakan dalam perjalanan ini. Saya lupa menikmatinya.
Terlalu banyak keluh dan kesah yang saya lakukan.
Ketika hari mulai cerah, saya duduk
diam dan menghela nafas. “Wow! Gue udah di atas awan!”. Ada rasa haru di dalam dada.
Cewek, sendiri, dan berhasil berada di atas awan! Untuk sejenak, saya menikmati
pemandangan yang sebentar lagi harus saya tinggalkan karena masih ada tujuan akhir
yang belum tercapai. Puncak Mahameru.
Saya pun melanjutkan perjalanan.
Datanglah hal yang tak diinginkan. Perut lapar. Saya yang sudah siap-siap
membawa snack dari bawah ternyata hanya membawa 1 cemilan. OMG! “Perasaan tadi
udah masukin snack ke dalam tas!” Argh! Persediaan air juga mulai menipis.
Dengan memberanikan diri, saya minta coklat pada pendaki yang telah turun dari
puncak. Ketika puncak sudah mulai terlihat dekat, saya diam dan duduk menikmati
snack terakhir. Kemudian, Qisty muncul. Dan ia tampaknya terburu-buru ingin
segera sampai di puncak. Setelah berpapasan, ia melanjutkan perjalanan puncak
dan saya masih dengan snack di tangan.
Setelah 8 jam trekking, akhirnya
saya dan Tim Unyu sampai di puncak MAHAMERU! Sayang sekali keyko belum sampai
di puncak karena masalah pada kakinya. Beruntung, di atas ada yang bawa makanan
sehingga mereka bisa berbagi dengan saya yang sedang kelaparan :p Mahameru
benar-benar luar biasa. Jarak 1.4km saya tempuh dalam waktu 8 jam. Standarnya,
pendaki menempuh jarak tsb dalam waktu 4 jam. But, i’m still proud of myself.
Mahameru Touchdown! |
Menuju Ranupane. It's time to go home. |
Kita pun turun, beberapa peserta
cedera dan beberapa butuh bantuan medis. Setelah semua peserta sampai di
Kalimati, kita turun menuju Ranukumbolo sore harinya. Esok paginya, Unyu
menjadi tim paling belakang ketika turun namun menjadi tim yang paling depan
ketika sampai di Ranupane. Proud of you guys! Kita melewati beberapa team yang
telah mendahului kita. Tim dengan 5 pria dan 5 wanita dengan semuanya pemula
sebagai pendaki, membuat saya sangat bangga dengan kelompok ini bisa sampai
Ranupane hanya dalam 2 jam. ^.^
Yei, thanks to Mahameru, Unyu,
and Cruizer! Love you all :D
Untuk teman-teman seperjalanan :
banyak kisah yang tidak saya tulis dalam perjalanan ini. Terkadang, beberapa
kisah ada baiknya tak kita ungkapkan. Biarkan menjadi bagian kenangan masa
lalu. Dan suatu hari nanti, kita akan tertawa bersama mengenang hari itu.
Tim Unyu |